Aku melihat pria itu. pria itu telah
menarik hatiku beberapa menit ini. Dia terus saja menatap mesra nisan
didepannya. Seolah tak ingin lepas, seolah tak ada rumah lebih nyaman dibanding
gundukan tanah didepannya.
Aku tidak pernah melihat binar mata
seperti miliknya. Binar mata itu, penuh harap, penuh cinta, penuh kedamaian.
Dia menatap, seolah dia adalah pria paling bahagia. Seolah gundukan tanah
didepannya adalah surga baginya.
Aku ingin.. ingin sekali mengenal pria
itu. jika itu hal terakhir yang bisa aku lakukan, aku takkan menyesal. Sungguh,
jika itu adalah kebahagiaan terakhirku yang Tuhan berikan, aku benar-benar
tidak akan menyesal ...
“kenapa kau menatapku seperti itu?” apa?
Pria itu! aku sungguh tidak menyadarinya. Sudah berapa lama pria itu
memergokiku yang telah memandanginya?
“emm, maaf. Aku mengganggumu. Hanya
saja, aku tak pernah menemui orang sepertimu.”
“memang aku seperti apa?”
“yah, aku tak pernah menemui orang yang
menatap penuh cinta pada nisan didepannya.”
“haha, bagaimana kau tahu?” pria itu
tertawa renyah. Binar itu sepertinya kembali membiusku.
“matamu yang berbisik padaku,” aku
tersenyum simpul. “boleh tahu namamu? Rasanya tak enak mengobrol tanpa tahu
nama.”
“Raka. Namamu?”
“Keynaya,” dia tertawa pahit. Aku tak
tahu alasannya. Apakah namaku terdengar aneh?
“maaf. Tapi yang terbaring damai didepan
matamu ini bernama Key,”
Aku langsung tanggap. “maaf jika itu
menguak kesedihanmu,” aku menghela nafas. “boleh tahu siapa?”
“Keyra itu, sahabat selamanya. ‘nggak
ada yang bisa menggantikannya. Dia meninggal karena ginjalnya rusak. Dia punya
kelainan sejak lahir.”
Sama sepertiku. Tapi aku tak mengerti
kenapa dia menceritakan hal sepribadi itu kepada orang yang baru dikenalnya?
Apakah dia sekesepian itu?
“senang
mengenalmu. Tapi aku harus segera pergi, maaf.” Aku berbalik. Jamku menunjukkan
waktu istirahat. Jika tidak, resep dokter menanti. Aku muak melihatnya.
***
Gadis
tadi. Gadis tadi menguak masa kita, Key. Masa-masa indah kita .. aku rindu
kamu. Aku rindu senyummu. Kenapa kamu lari, Key?
Key,
kau tahu? Walau aku baru bisa menyatakannya sekarang, tapi aku masih
mencintaimu sama seperti pertama kali aku memandangmu, seperti pertama kali
mata indahmu memikat hatiku.
Apa
aku terlalu cengeng? Hah, aku memang pengecut, Key. Maafkan aku. Maafkan bila
aku tak bisa membahagiakanmu dihari terakhirmu. Aku menyesal, Key. Sangat
sangat menyesal..
0 komentar:
Posting Komentar